Selasa, 22 Februari 2011

selebriti brand endorser atau brand killer??

Awalnya aq membaca majalah Marketing, pas aq baca-baca ternyata ada tulisan yang sangat menarik bagi aq. Tulisan ini tentang penggunaan iklan dengan menggunakan selebriti sebagai Brand Endorser. Waktu aq skripsi aq mengambil judul tentang ini, tetapi aq lumayan sulit untuk mendapatkan refrensi tulisan tentang ini karena sumbernya lumayan sulit. Pas kemarin aq baca ternyata majalah Marketing memuat tentang itu. Tetapi sangat disayangkan karena aq sudah menyelesaikan skripsi itu. Nah!! mungkin Tulisan yang terdapat di Majalah Marketing Edisi: 09/X/September 2010 membantu kalian yang bekerja di dunia marketing, periklanan, promosi, dan sejenisnya.


SELEBRITI: BRAND ENDORSER ATAU BRAND KILLER?
Buat sebagian marketer, selebriti masih menjadi penggerak utama merek. bahkan ada yang cenderung tidak mau berganti-ganti bintang iklan. Namun terbukti pula, ada mereka yang harus menarik bintang iklan mereka karena kasus. Perlukah kita menggantungkan nasib merek di Tangan Selebriti?

Sekalipun terlihat culun, namun Ringgo Agus Rahman tergolong lumayan laris untuk iklan-ikaln bertema "kocak". Paling tidak, Esia masih mempergunakan dia dalam banyak iklan dan kampanye iklannya secara teratur.
Ringgo memang tidak sepopuler artis-artis seperti Agnes Monica, Dian Sastrowardoyo, ataupun Luna Maya. Dari daftar survei yang dilakukan oleh SurveyOne, Ringgo tidak muncul di kelompok atas artis-artis yang paling disukai. Namun untuk target pasar yang dituju oleh Esia, sosok Ringgo bisa di terima. Paling tidak, sekalipun tidak mengenal Ringgo, karakternya begitu kuat mencerminkan kepolosan, kejujuran, dan kesederhanaan di mata orang yang melihatnya diiklan.
Buat sebagian marketer, artis atau selebriti memang masih menjadi endorser  yang kuat untuk melejitkan merek. Sekalipun, dari hasil survey Marketing Activites Monitoring yang dilakukan Majalah Marketing, hanya 38,7% yang menganggap artis punya pengaruh dalam mendongkrak penjualan.
Memang rate artis yang terbilang tidak murah membuat para marketer harus lebih berhati-hati mempergunakan selebriti. Sudah byarnya mahal, ternyata tidak punya pengaruh yang signifikan terhadap ekuitas merek. bahakan cenderung membunuh salah satu komponen ekuitas merek, seperti image.
Namun, di antara 38,7% marketer yang masih punya keyakinan terhadap artis, beberapa di antara mereka juga tergolong mengalami ketergantungan terhadap artis. Saking kuatnya peran selebriti ini, beberapa merek bahkan cenderung untuk tidak mengganti endorser mereka ini. Sebut saja Dedi Mizwar yang sampai hari ini masih dipakai oleh Promag. Dede Yusuf yang bertahun-tahun dipakai oleh Bodrex. Yamaha motor pun seakan tidak mau bergeser dari talent-talent.
Benarkah artis mempunyai daya tarik yang kuat untuk mendongkrak penjualan? Dua unsur dalam diri artis yang dibutuhkan oleh marketer memang unsur fisik (penampilan) dan karakter (kepribadian). Unsur fisik tergambarkan lewat wajah dan tubuh artis. Bisa wajah yang rupawan, atau bahkan yang justru sebaliknya, keduanya bisa memiliki daya tarik yang sama kuatanya. Sedangkan karakter terbentuk dari keseharian mereka, keahliam yang mereka miliki, atau peran-peran yang mereka mainkan di film-film.
Dampak paling terasa dari kehadiran artis atau selebriti umumnya bersifat jangka pendek. Masih ingat dengan Sakatonik Greng yang memakai iklan Inul Daratista? hanya dalam hitungan bulan, angka penjualan dari merek ini melejit secara fantastik!
Timing yang tepat memang menjadi salah satu jaminan keberhasilan artis sebagai endorser merek. Saat itu, Inul sedang melejit naik sehingga pemakaian Inul dengan karakter yang pas dengan produknya membuat penjualan merek ini berlipat-lipat.
Tapi, apakah artis juga tidak punya sisi gelap buat merek? Di sisi lain, selebriti ternyata juga bisa menjadi ancaman merek, bahkan menjadi Brand Equity Killer. Pelaku artis yang menimbulkan kontoversi membuat pengiklan terkadang memilih untuk tidak memakainya lagi. Seperti kasus Luna Maya, Cut Tari, Ariel Peterpan dalam kasus Video asusila, akhirnya para pengiklan memilih tidak memakai mereka lagi. Sekalipun ada alasan karena kontraknya habis, atau secara tegas mensrik iklan berwajah mereka, namun kenyataannya perilaku mereka membuat pengiklan tidak mau mengambil resiko lagi.
Brand Equity Builder
Pada akhirnya selebriti memang seperti pedang bermata dua: secara strategis mereka bisa menjadi brand equity killer. Kalau kita ingat, ekuitas merek mempunyai beberapa dimensi, seperti: awareness, image, quality, dan lain-lain. Kehadiran artis bisa membantu membentuk ekuitas merek atau membunuh satu persatu elemen ekuitas ini. Sebagai brand equity builder, fungsi strategis mereka adalah:
- Instant Credibility
- Quick Attention
- Word of Mounth
- Brand Recall
- Fixing Bad Image
- Emotional Branding
- Rejuvenating Brands
Brand  Equity Killer
Selain keuntungan, ada pula kerugian atau risiko dalam menggunakan selebriti sebagai endorser merek kita, misalnya:
- Reputation Risk
- The Vampire Effect
- Multibrand Perpecction
- Competitor Weapon
- Image Mismatch
Dengan keuntungan dan kerugian memakai selebriti ini, tidak jarang para marketer membentengi diri dengan perjanjian-perjanjian yang kuat dengan sang artis. Kalau perlu si artis membayar denda jika melakukan hal-hal yang mengakibatkan kejatuhan merek. Selain itu evaluasi terus menerus harus dilakukan agar marketer bisa mengambil keputusan untuk melanjutakan, memutus kontrak, atau bahkan menghentikan ditengah jalan. Karena, nasib merek Anda bisa berubah di tangan seorang selebritis.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar